“Kriiiiiing, kriiiiing”
Suara alarm tengah malam. Aku pikir
itu adalah suara alarm, ternyata itu suara handphone
Diar. Diar adalah sahabatku. Dia salah satu orang terdekatku. Sebagai sahabat
dia orang yang sempurna, baik, cantik, dan perhatian. Sering kali kita gruvy (selfie yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih), dan beberapa orang menyangka kita
adalah anak kembar terutama orang asing yang melihat kita sedang berdua.
Petugas kereta menyangka kita adalah anak
kembar
Menyuapkan makanan adalah tanda teman perhatian
Bahkan Diar terlihat cantik dengan pose alay
Kebetulan beberapa hari ini dia
bermalam di kamarku. Katanya sih cari suasana baru. Aku pikir alasan itu cuma
modus. Mungkin dia sedang galau. Entahlah ..
Dia mengangkat telponnya dan
mulai perbincangan dengan si penelpon. Sesekali aku menguping. Sebenarnya bukan
sepenuhnya menguping, tapi tidak sengaja mendengarnya karena telingaku berbeda
dengan orang biasa. Telingaku tercipta lebih lebar dari yang lain dan menurutku
itu adalah suatu kelebihanku. Karena perbincangan yang kurang menarik atau kupikir
lebih privasi, aku
memutuskan untuk tidur saja.
Waktu itu cuaca sedang tidak
bersahabat. Mendung dan hujan membuat kita berdua berdiam saja di dalam kamar. Sepertinya
kita tidak diijinkan oleh alam untuk bepergian. Sesekali keluar menuju kamar
mandi atau dapur. Selebihnya dihabiskan di dalam kamar untuk menonton pilm atau
berbincang dan itu terjadi sepanjang pagi hingga petang.
Malam berikutnya seperti
biasa aku mengerjakan deadline. Ya,
skripsweet yang akhir-akhir ini selalu minta diperhatikan.
Semoga saja usahaku menuruti permintaan skripsweetku membuahkan hasil dan
segera selesai. Memang akhir-akhir ini aku sedang bersemangat
untuk segera lulus. Apalagi beberapa teman seangkatanku akan segera wisuda. Itu
menjadi salah satu doronganku untuk cepat lulus. Tapi bagai bumi dan langit.
Aku melihat Diar lebih santai dariku. Sesekali membuka pesan dari handphonenya dan sesekali melihat
laptopnya. Aku pikir dia juga sedang mengerjakan skripsinya karena dia juga
sedang menempuhnya. Ternyata dia sedang menulis sebuah cerita. Mungkin cerita
tentang kisahnya. Sudahlah, yang penting dia bahagia. Aku tidak akan
melarangnya.
Malam mulai larut. Sesuai
prediksi malam ini pasti dia menelpon lagi. Dan ternyata memang terbukti.
“Alarm tengah malam, tandanya pangeran datang”.
Dengan wajah sumringah, Diar mengangkat telpon. Sesekali mereka
berbicara serius, sesekali berbicara santai, dan terkadang dia tertawa sendiri.
Aku tidak bermaksud menggangunya. Biarkan saja, mungkin ini rasanya jatuh
cinta. Toh aku juga pernah merasakannya. Dia seperti cerminanku saat itu. Terbangun tengah malam
hanya sekedar membalas pesan singkat dari kekasihku. Bahkan menyalakan alarm pun tak perlu karena
aku selalu bisa terbangun. Dia mengingatkanku bagaimana rasanya
jatuh cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar